CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 11 Mei 2014

KALIAN LUAR BIASA


            Selama 4 hari belajar dan bermain di sekolah kaca, saya serasa memiliki saudara-saudara baru. Mereka adalah teman-teman sesama calon kaca dan kakak-kakak Padakacarma. Kakak-kakak Padakacarma adalah mereka, para alumnus Kaca yang dengan sukarela membimbing dan mengajari kami, para calon Kaca #24. Kakak-kakak Padakacarma sangat rela mengorbankan waktu kuliah atau waktu belajarnya untuk membimbing kami, terutama untuk membaca serta mengoreksi tugas menulis kami. Meski tugas mereka banyak, sampai saat ini saya belum pernah mendengarkan mereka mengeluh. Saya sangat terkesan dengan sikap dan perilaku mereka yang terus ceria meski sebenarnya mereka memiliki banyak tanggungan.

            Kakak-kakak Padakacarma adalah orang-orang yang hangat dan bersahabat. Di setiap moment dan bahkan ketika kami mendapatkan materi, tawa mereka selalu saja mengusik pendengaran saya. Sebenarnya saya ingin tahu apa yang mereka tertawakan dan bicarakan. Namun, sikap mereka yang demikian sebenarnya kurang cocok jika terjadi di tengah adanya forum yang telah berlangsung. Menurut saya, selain mengganggu konsentrasi kami dalam memahami materi, tindakan kakak-kakak juga menyebabkan kami memiliki segudang tanda tanya tentang keasyikan apa yang sebenarnya kakak-kakak alami. Bahkan hal ini dapat membuat konsentrasi kami terpecah. Lebih ekstremnya, bagi saya pribadi hal ini secara tidak langsung memberikan image buruk. Alasannya tindakan kakak-kakak ini sebenarnya juga dirasa kurang sopan, apabila asyik sendiri di tengah kesibukan orang lain. Ini bisa dianalogikan dengan orang yang asyik sendiri berbisik dengan temannya ketika di tengah suatu diskusi.

Sabtu, 10 Mei 2014

MENGAPA PERLU BELI KALAU SEBENARNYA KITA YANG PUNYAI


            Air mineral dalam kemasan sedang merajai pasar konsumen. Kita dapat melihat dari beragamnya merk yang tertempel pada botol-botol plastik tersebut. Air mineral yang notabene diambil dari sumber air pegunungan sudah jadi gaya hidup manusia masa kini. Mereka memilih praktis untuk membeli air mineral  yang mudah dijumpai di segala tempat. Manusia masa kini menganggap air mineral lebih mudah dan praktis didapatkan dibanding dengan air kran.

            Padahal kita tahu, air adalah kebutuhan utama manusia. Air dari segi ekonomi termasuk benda atau barang bebas. Benda bebas adalah benda yang tidak terbatas jumlahnya dan dapat diambil berapapun yang kita mau selagi barang itu masih tersedia tanpa adanya suatu pengorbanan tertentu untuk mendapatkannya. Air sebagai kebutuhan utama, oleh Tuhan dan Negara sudah dinyatakan sebagai hak manusia. Hal ini dibuktikan dengan banyak dan mudahnya akses untuk mendapatkan air, terutama di Indonesia yang memiliki hujan sepanjang tahun. Sehingga, secara tidak langsung sebenarnya air adalah benda yang setiap orang berhak miliki tanpa harus melakukan pengorbanan.  Oleh karena itu, sudah selayaknya kita bisa gratis dalam menikmati air.

            Jika kita membeli air mineral dengan harga tertentu, itu sama saja kita telah menghalangi diri kita untuk menerima hak. Kita justru mendapat kewajiban untuk membayar air yang kita beli. Padahal air sendiri, adalah kepunyaan kita. Mengapa kita perlu membeli benda yang kita miliki? Apakah itu justru melakukan hal yang tak berguna? karena kita mengeluarkan suatu biaya untuk membeli kepunyaan kita. Bukankah itu sudah melenceng dari asas ekonomi? Bukankah itu sama saja membodohi diri sendiri? Ya, kita tak menyadari bahwa sebenarnya kebiasaan kita dalam membeli air mineral dalam kemasan adalah perbuatan paling merugikan.

            Permasalahannya sekarang adalah, mengapa hal itu bisa terjadi pada diri kita? Mengapa kita terlalu percaya dengan air mineral? Itu sudah menjadi hal klasik pada sebuah perusahaan. Perusahaan menganggapnya sebagai company demand. Merekalah otak besar perubahan mindset berpikir manusia kebanyakan sekarang. Mereka bersikap keras mengeklaim bahwa air kran itu tidak bersih, air yang paling terjamin adalah air mineral dalam kemasan. Padahal kita sudah mengerti, air kran dapat lebih disterilkan dengan direbus. Usaha kecil perebusan sebenarnya telah mampu membunuh ribuan bakteri. Usaha tersebut juga mudah dan murah. Jika kita kalkulasikan biaya untuk merebus air kran menjadi air siap minum dengan biaya untuk membeli air minum dalam kemasan, maka dengan merebus sendiri air kran kita sudah banyak memberi keuntungan berkali lipat.

            Sedangkan usaha para perusahaan air mineral dalam menjernihkan airnya adalah usaha aerasi dan filtrasi yang tak terlalu jelasnya prosesnya. Aerasi adalah usaha memencarkan oksisen dalam air sehingga kandungan besi dan mangan dapat mengendap. Tetapi, cara ini belum sepenuhnya menjamin air mineral akan bersih. Penyebabnya adalah reaksi ini justru melibatkan zat-zat kimia yang kemungkinan juga berdampak pada kualiatas air mineral tersebut. Sedangkan,  dari segi iklan, perusahaan air mineral tersebut mengatakan bahwa air mereka bersumber dari mata air pegunungan. Tetapi, kita belum mendapat jaminan bahwa ucapan mereka benar, atau justru mereka hanya mengibaratkan kran sebagai mata air gunung. Para perusahaan air mineral telah lihai menakuti dan menjebak diri kita pada setiap pernyataan dan pengakuan mereka.


            Oleh karena itu, sebagai manusia bijak, kita selayaknya berpikir lebih mendalam lagi. Mengapa kita perlu berkorban pada sesuatu yang sudah kita terima dari Tuhan. Bukankah sebaiknya kita bersyukur atas karunia itu dengan menikmatinya. Kita harus dapat membedakan mana suatu kebutuhan membeli dengan mana hak untuk menerima. Jika kita dapat menyikapinya dengan bijak, ketahuilah ada banyak benda di dunia yang sesungguhnya sudah menjadi hak dan kepunyaaan kita. 

LONDON PUN TAK TEGA DENGAN TUKANG SAMPAH INDONESIA

Mereka terlalu kuat, mereka terlalu rendah hati. Tak yakin aku bisa lakukan seperti mereka. Tukang sampah London akan jatuh ketika melihat keadaan Tukang Sampah Indonesia.
(Wilbur Ramirez)

                Wilbur Ramirez, tukang sampah London yang sangat giat dan bangga akan tugasnya. Baginya, tukang sampah, pemadam kebakaran, dan petugas fasilitas darurat lainnya adalah bagian terpenting dari Kota London. Wilbur menyukai tugasnya sebagai tukang sampah. Yap, mudah dan menyenangkan sekali pekerjaan itu bagi Wilbur. Hal ini disebabkan, London sudah memiliki sistem pemilihan sampah yang harus diterapkan semua warganya. Mereka harus memisahkan sampah yang dapat didaur ulang di kantong orange dan sampah yang tidak bisa didaur ulang pada kantong hitam. Apabila, mereka tak patuh, sudah ada peringatan tersendiri yang akan diberikan kepada pemerintah. Wilbur dan teman-temannya hanya mengangkut kantong-kantong tersebut pada trek mereka yang sudah dipisahkan. Tak jarang mereka menemukan sampah-sampah berharga. Sampah tersebut bisa berupa kamera, laptop, dan produk elektronik lainnya. Pekerjaan sebagai tukang sampah di London bukan suatu pekerjaan rendah. Hal ini dibuktikan dengan kesejahteraan keluarga Wilbur. Istrinya, Nikky, sangat bangga dengan Wilbur yang mampu menghidupi keluarga sekaligus membantu membersihkan lingkungan.

                Puas dan bangga dengan pekerjaanya Wilbur tertarik untuk menambah pengalamannya di Kota Jakarta. Ibukota Indonesia dengan 28 juta jiwa warganya yang terus bertumbuh tiap tahun. Pemerintahnya sedang berjuang menangani kasus sampah yang terus membabi buta, seiring meningkatnya populasi manusia di sana. Gedung-gedung pencakar langit yang Jakarta miliki hanyalah menjadi bayangan semu, karena dibalik itu, masih ada ribuan orang mengalami kemiskinan. Hal itu pula yang dirasakan 3000 tukang sampah Jakarta. Mereka yang tidak pernah diperhatikan, tetapi sesungguhnya merekalah yang rela membagi perhatiannya kepada sampah.

            Selama 10 hari, Wilbur tinggal bersama seorang tukang sampah Jakarta, yakni Imam Syafii. Imam Syafii adalah satu dari 3000 tukang sampah yang mengadu nasib di Kota Megapolitan tersebut. Melihat kenyataan pekerjaan yang dilakukan Imam, Wilbur sempat mengaku tak percaya. Bagaimana ia dikejutkan dengan gerobak yang digunakan Imam untuk mengangkut sampahnya, mengingat saat dulu dia di London, dia memiliki truk berteknologi tinggi yang sangat nyaman dan efisien. Wilbur hanya bisa tertawa, dan menganggap dirinya akan menjadi “keledai” untuk gerobak tersebut. Tak hanya itu kejutan yang diterima Wilbur, pada malam pertamanya, ia akan tidur pada kamar yang tak bisa disebut kamar bagi dirinya. Lebarnya tidak sampai satu depa dan panjangnya hanya sekitar 240 meter. Ruangan itu hanya untuk untuk tempat tidur, kran air, dan lalat-lalat yang berterbangan. Wilbur tak bisa membayangkan kalau tempat yang ia gunakan untuk tidur berada disamping gunungan sampah. Gunungan itu digunakan Imam dan kawan-kawannya untuk menampung sampah-sampah yang mereka dapatkan.

            Wilbur menemani Imam menjalani rutinitasnya. Imam mulai memunguti sampah sebelum matahari terik menyinari. Imam harus memunguti sampah-sampah untuk kurang lebih 100 rumah. Gajinya hanya cukup untuk membayar rumah sewanya. Perlu tugas dan waktu lagi bagi Imam untuk mendapatkan uang, anggaran membeli makanan. Tetapi bagi Wilbur, gaji yang diterimanya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga.

            Imam harus menerima seluruh sampah yang ada di rumah-rumah tersebut. Mereka tidak mau peduli apakah sampah sudah dipilah atau belum. Mereka hanya memberikannya kepada Imam dan membayarnya di akhir bulan. Mereka bahkan meminta Imam, mencucikan tempat sampah, menyapu halaman rumah, dan bahkan membersihkan selokan. Bagi Wilbur, ini sudah berbeda pekerjaan. Tidak seharusnya ini dilakukan oleh tukang sampah seperti Imam. Jika di Inggris, pekerjaan ini sudah ada yang menangani sendiri. Ini tidak adil dan sepadan dengan gaji yang rumah-rumah mewah itu berikan kepada Imam.

Jumat, 09 Mei 2014

MENYIKAPI KONSEKUENSI DI SEKOLAH KACA


         Sekolah kaca dimulai sejak tahun 2006. Sekolah Kaca adalah suatu acara yang diselenggarkan sebagai tindak lanjut dalam mempersiapkan anggota Kaca. Di dalam Sekolah Kaca diajarkan banyak hal terkait keterampilan tulis menulis.  Keterampilan  tulis menulis ini bisa berupa keterampilan dalam mengembangkan ide tulisan maupun keterampilan mengolah tulisan. Contohnya adalah kemampuan kita dalam menemukan ide menarik untuk ditulis. Selain itu, juga kemampuan dalam mengemas tulisan kita supaya nyaman dibaca. Sekolah Kaca diselenggarakan dalam rangka mendekatkan antara calon kaca dengan anggota kaca sebelumnya. Di dalam sekolah Kaca tidak hanya diikuti oleh calon kaca saja tetapi ada kakak-kakak alumni yang siap berbagi pengetahuan dan pengalaman.

            Meskipun sekolah kaca merupakan bentuk acara positif yang bermanfaat khususnya bagi kita yang tertarik dalam bidang menulis, namun, hal itu masih menyisakan banyak tanya. Pasalnya kegiatan sekolah kaca yang diselenggarakan saat hari sekolah dan berlangsung dari sore hingga malam hari, membuat beberapa teman merasa lelah. Mereka harus segera menghadiri sekolah kaca pada sore hari tepat pukul 16.00 WIB dan pulang sekitar pukul 18.00 WIB. Semua itu belum ditambah dengan tugas deadline tiap malam yang sudah harus dikirim paling lambat pukul 23.59 WIB.

            Di sekolah kaca juga memiliki aturan yang singkat namun ketat. Aturan tersebut yaitu datang tepat waktu, perhatikan dan tanyakan, dilarang main gadget, dan terakhir kerjakan semua tugas. Aturan tersebut dibuat agar para peserta fokus dengan materi yang disampaikan. Selain itu, kepatuhan pada aturan juga dapat menjadi tolak ukur penilaian. Karena pada sekolah kaca sendiri juga dilakukan suatu penilaian kepada calon kaca.

            Ketika menjalani Sekolah Kaca dengan mematuhi aturan yang ada, pihak Kaca bersikap secara professional. Mereka tidak mau mencampurkan urusan tiap-tiap individu dengan tugas yang telah mereka berikan. Para peserta khususnya calon kaca diharapkan bisa selalu menyesuaikan keadaan dan berpikir dewasa. Manajemen waktu, adanya acara mendadak, atau bahkan kepentingan-kepentingan lain harus diatur sendiri oleh tiap-tiap individu. Secara tidak langsung hal tersebut mengajari para calon kaca dalam membuat dan mematuhi komitmen. Mereka harus bisa bertanggung jawab kepada dirinya sendiri dan berani mengambil konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan.        

            Menurut pendapat teman-teman setelah mengikuti Sekolah Kaca, hal yang dirasakan pertama adalah rasa capai karena tidak biasanya memiliki rutinitas malam. Kedua adalah bagaimana memenuhi deadline dan membagi waktu belajar. Masalah-masalah tersebut memang terjadi karena diri kita yang belum terbiasa. Tetapi, apabila kita sudah biasa menghadapinya maka kita akan mampu mengatur waktu dan prioritas kita dengan baik. Kita pun akhirnya dapat menikmati rasa capai itu dengan hati yang tetap gembira.

             Seperti yang diungkapkan Kak Desty bahwa rasa capai yang ia rasakan ketika Sekolah Kaca bukan menjadi beban. Tetapi rasa capai itu menjadi “award” bagi dirinya. Rasa capai yang Kak Desty rasakan juga dianggap tidak terlalu berarti, karena rasa capai tersebut ia dapatkan setelah ia melakukan kegiatan-kegiatan yang ia sukai selama Sekolah Kaca. Jadi, menurutnya tidak masalah capai asalkan hati bahagia dan puas.


            Oleh karena itu, dalam menjalani Sekolah Kaca diperlukan kesiapan fisik dan mental. Seperti yang dikemukakan Anfazha calon Kaca #24, ketika menjalani Sekolah Kaca jangan terlalu memikirkan capai dan beban-bebannya. Jika hal tersebut terlalu dipikirkan, akan membut semangat kendor.  Namun, hal yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana kita dapat menjalaninya dengan menyenangkan dan tidak membuatnya menjadi beban.

SEKOLAH KACA MENGENALKAN SATU SAMA LAIN


            Jum’at,  9 Mei 2014 Sekolah Kaca menyelenggarakan kegiatannya untuk hari yang kedua. Pada agenda hari kedua dilakukan pembahasan mengenai wawancara, straight news, dan feature. Training dilakukan selama kurang lebih 2 jam dipandu oleh Kak Lynda dan kak Dita. Training dimulai pukul 04.00 WIB di pendapa bawah Hotel KR Jalan Mangkubumi, Yogyakarta. Peserta sekolah kaca Jum’at itu difokuskan pada calon Kaca #24 yang sedang  dalam tahap seleksi. Namun, tak sedikit pula para alumni dan kakak senior yang mengikuti jalannya Sekolah Kaca tersebut. Penyelenggaraan Sekolah Kaca ini dimaksudkan agar para anggota kaca khusunya calon Kaca #24 saling mengenal satu sama lain. Selain itu, Sekolah Kaca bertujan memberikan pengajaran layaknya sekolah formal. Namun, pengajaran yang dilakukan terkait dalam hal tulis menulis. Di dalam sekolah kaca kali ini  juga dilakukan penilaian untuk para calon kaca #24

            Tujuan diadakannya sekolah ini penting, karena untuk bekerja bersama kita perlu saling mengenal dan mengatahui latar belakang partner-partner kita nantinya. Para calon kaca #24 diharapkan mampu bersosialisasi dan mengenal kepribadian satu sama lain. Meskipun hal tersebut tidak dilakukan secara langsung. Namun dari proses interaksi yang terjadi selama berlangsungnya sekolah, dapat diketahui bagaimana style tiap-tiap orang. Sehingga ketika bekerja dalam tim para calon kaca #24 diharapkan tidak kaget dengan partnernya yang ternyata memiliki sifat yang sangat berbeda.


            Sekolah Kaca di hari kedua ini, ditutup dengan praktek bewawancara untuk setiap calon kaca #24. Mereka diperintahkan saling berwawancara dalam waktu 5 menit. Tak hanya praktek wawancara, mereka juga ditantang kemampuannya untuk langsung menuliskan hasil wawancara dalam dua bentuk artikel, yakni straight news dan feature.  

Kamis, 08 Mei 2014

SEKOLAH DESA VS SEKOLAH KOTA

Sekolah merupakan sarana untuk memperdalam ilmu dan pengetahuan. Sekolah merupakan tempat dimana kita bisa mengeksplorasi apa yang ada di alam sekitar melalui ilmu asli maupun terapan. Pada dasarnya setiap sekolah memiliki tujuan yang sama yakni menjadi rumah belajar bagi para siswa. Siswa nya pun memiliki jenjang usia yang berbeda.Sehingga sekolah formal di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi SD/MI untuk siswa 7-12 tahun, SMP/MTs untuk siswa 13-15 tahun dan SMA/MA untuk siswa 16-18 tahun. Oleh karena itu, setiap jenjang sekolah memiliki kompetensi yang berbeda dengan menyesuaikan kemampuan seseorang pada rentang usia yang demikian. Namun, sejatinya setiap anggota dari masing-masing kelompok harus memiliki standarisasi yang sama dalam melakukan proses belajar dan mengajar. Standarisasi tersebut dapat rupa standar bahan ajar, standar  fasilitas, serta standar kelengkapan sekolah.

Stadarisasi dimaksudkan untuk melakukan penyetaraan pendidikan yang diberikan pemerintah melalui instansi sekolah tersebut. Dalam UUD 1945 Pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan ayat 3 menjelaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Dari pengertian sistem pendidikan nasional tersebut sudah mencerminkan bahwa bangsa ini pun mengusahakan adanya suatu sistem pendidikan yang terpadu dan setara untuk setiap wilayah Indonesia. Sistem pendidikan nasional bertujuan agar setiap wilayah dapat mengenyam pendidikan yang sama-sama berkualitas baik sehingga dapat menghasilkan sumber-sumber daya manusia yang berdaya guna untuk setiap wilayah di Indonesia.

Tetapi dilihat pada kenyataan sekarang, masih terdapat kesenjangan pada setiap jenjang sekolah. Contohnya di negara kita adalah perbedaan signifikan antara sekolah di desa atau di pelosok dengan sekolah di kota. Perbedaan menonjol bukan karena jarak atau lokasi. Melainkan lebih kepada sarana prasarana, fasilitas, dan kelengkapan sekolah untuk menunjang pendidikan. Sekolah di desa banyak yang belum memiliki fasilitas laboratorium, komputer siswa, atau fasilitas lain seperti fasilitas untuk diadakannya ekstrakulikuler. Selain itu, dari segi tenaga pengajar, sekolah di desa juga masih banyak yang mengalami kekurangan. Karena perbedaan tersebut, maka membuat sekolah di Indonesia belum memiliki standarisasi yang sama. Padahal standarisasi itu perlu demi mewujudkan sistem pendidikan nasional untuk mencapai kesejahteraan bangsa .
Karena keadaan sekolah di desa yang seperti kurang terurus membuat sekolah di desa belum bisa semaju dengan di kota. Padahal setiap daerah seharusnya punya potensi dan kesempatan yang sama untuk maju. Sumber daya warga desa sebenarnya mampu untuk diasah agar memiliki kemampuan sama seperti dengan mereka yang di kota. Namun karena belum adanya stadarisasi menyebabkan sekolah di desa sedikit mengalami ketertinggalan. Karena ketertinggalannya ini, memang wajar apabila banyak anak memilih untuk bersekolah di kota. Namun, keadaan ini belum menyelesaikan masalah.