CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 18 Februari 2014

Abu Vulkanik Masih Berbahaya-Tersisa

Pasca Hujan Abu Vulkanik akibat Letusan Kelud Kamis 13 Februari 2014 pukul 22.50 dan sekitar tengah malam.

Setelah hujan tiba di sebagian wilayah Yogyakarta, tetap saja angin kering masih hilir mudik menerbangkan abu. Akibatnya abu masih sering berterbangan dan menjadikan polusi di jalanan. Konsentrasi abu vulkanik di udara Yogyakarta sangat tinggi. Bakan jauh di atas ambang normal abu yang ada di udara. Jika kadar normal di angka 250 maka konsentrasi abu vulkanik di udara Yogyakarta mencapai angka 1000. Jika dibadingkan saat erupsi Merapi, konsentrasi abu vulkanik Kelud ini 2x dibanding saat Merapi dahulu.


Oleh karena itu, masih banyaknya abu vulkanik di Yogyakarta tidak boleh diremehkan. Abu vulkanik yang terhirup memang tdak memberikan dampak langusung. Namun. Jangka panjangnya dapat menyebabkan gangguan pernafasan yang diikuti kerusakan organ lainnya. Masyarkat Yogyakarta dihimbau untuk selalu menggunakan masker ketika ke luar rumah, pelan-pelan dalam berkendara, dan mengurangi berpergian keluar rumah jika tidak benar-benar dibutuhkan. Untuk, selanjutnya warga Yogyakarta berharap agar abu vulkanik yang memenuhi atmosfer Yogyakarta ini bisa berkurang dengan cuaca yang membaik dan guyuran hujan yang rata dan sedang. 

Apabila Abu Vulkanik Mencemari Air

Guyuran hujan di sebagian wilayah DIY memang memberi kebahagiaan karena akhirnya debu vulkanik yang ada di bagian atas rumah dan tanaman bisa luruh ke bawah. Namun, hal tersebut juga bisa membayakan. Bahaya terdapat pada kandungan air tanah dan sumur. Hujan yang mengguyur tanah akan menmbuat pergerakan aliran debu. Jika terdapat lubang resapan air atau suur yang tidak tertutup aliran debu (lumpur) bisa masuk dan menyampur air tanah dan air sumur kita. Lumpur debu yang telah menyampur air tanah memiliki daya adhesi yang kuat sehingga sulit untuk mengendap. Peristiwa tersebut pun tejadi di rumah saya.
Ketidakbetulan rekontruksi sumur di rumah saya membuat hujan yang mengguyur malam tgl 16 Februari menjadi malapetaka. Pasalnya ada celah atau lubang kecil di sekitar sumur saya membuata jalan masuk tersendiri bagi aliran lumpur debu. Akibatnya air sumur saya pun tercampur dengan aliran lumpur debu. Sontak, air yang mengalir ke dalam rumah pun keruh. Air ini sangat berbahaya karena mengandung debu vulkanik yakni silika, yang bersifat seperti kaca. Karena air tecampur lumpur, membuat kegiatan di rumah pun terhambat. Kesulitan air bersih serasa tidak memiliki sumber air.

Saya sekeluarga pun menimba air bersih di masjid dekat rumah. Air yang tercemar membuat tangan dan anggota badan yang terkenanya menjadi kaku. Air yang tercemar itu memang tidak terlalu berbau tetapi saya yakin kadungan unsur kimianya sangat mebahayakan tubuh kita. Melihat kondisi tersebut, saya tidak mau diam. Saya pun menggali informasi terkait abu vulkanik yang mencemari air. Akhirnya saya mendapatkan info bahwa penetralan air yang tercemar abu bisa menggunakan tawas (kalsium sulfat) dan kapur. Info tersebut saya peroleh dari website Badan Lingkungan Hidup Prov. DIY .(blh.jogjaprov.go.id)

 Saya pun membeli tawas. Ketika membeli tawas di toko bangunan. Saya sedikit berkosultasi dengan penjaga toko bangunan. Beliau mengatakan bahwa penetralan air yang tercemar tidak perlu menggunakan kapur. Karena zat kapur tersebut akan menjadikan air bersifat pahit. Mirip air kolam renang yang diberi kaporit. Penetralan air menggunakan tawas juga tidak sekejap berubah. Perlu waktu kira-kira semalam agar air berubah jernih kembali. Akhirnya saya hanya membeli tawas saja. Tawas yang masih berbentuk bongkahan saya hancurkan hingga menjadi butiran-butiran kecil macam serbuk. Hal ini dilakukan agar serbuk tawas cepat larut dalam air.  Mulanya, serbuk tawas hanya saya berikan di bak mandi. Lalu saya beri juga di sumur dan tandon air.

Keesokan harinya, aliran air sudah lebih jernih dibanding waktu lalu. Namun, tawas yang saya beri di bak mandi tidak bereaksi sempurna. Sehingga air di bak mandi masih keruh. Meski demikian, saya bersyukur akhirnya aliran air sudah lebih bersih dibanding sebelumnya. TETAPI, kran-kran air tetapi harus diberi penyaring menggunakan kapas dan kain agar zat tawas tidak ikut dalam air. Penanganan yang demikian membuat aliran air bersifat jernih lagi layakny air yang tidak tercemar.

Selain itu, ada juga cara alami yang saya dapatkan dari informasi tukang sumur.  Bhawa cara penjernihan air yang terkena abu vulkanik dapat menggunakan genting/pecahan genting yang dipanaskan (dibakar). Setelah pecahan genting dibakar, lalu langsung dimasukkan ke dalam sumur. Niscaya sumur akan jernih kembali dalam, tetapi tidak dalam jangka waktu yang cepat. Di samping dapat menjernihkan air, pecahan genting yang dibakar akan membuat bakteri-bakteri dalam air sumur mati. Namun, sayangnya penulis belum mencoba cara alami ini. sehingga belum bisa menunjukkan bukti. Tetapi, jika ada yang tertarik dengam cara ini, dipersilakan mencoba.

Demikian tips dari pengalaman saya terkait penanganan air yang tercemar abu vulkanik. Jangan lupa juga untuk membenahi sumur dan resapan air lainnya. Semoga postingan ini bermanfaat

Semprotan Abu Vulkanik Kelud di Yogyakarta

Hai teman-teman, jumpa lagi dengan saya. Nah, sekarang saya mau sharing tentang pengalaman terkait letusan Gunung Kelud 14 Februari 2014 yang lalu. Akibat letusan gunung kelud membuat wilayah tempat tinggal saya yakni Daerah Istimewa Yogyakarta turut terkena imbas debu vulkaniknya. Yap, awan panas kelud memang terbawa angin ke arah timur laut dan barat .Walhasil DIY pun terkena semprotan dari Kelud. Letusan Kelud  terjadi malam jum’at tepatnya pukul 22.50 dan sekitar tengah malam. Namun, kiriman debu vulkanik baru mencapai DIY sekitar pukur 3 dini hari tanggal 14 Ferbruari.

Semprotan Abu Vulkanik kelud telah memutihkan seluruh kota baik di wilayah utara maupun selatan DIY telah terutup abu semua. Bahkan ketebalan abu vulkanik Kelud melebihi ketebalan abu vulkanik Merapi 2010 silam. Hujan abu dari pukul 3 pagi itu masih terasa sampai sekitar pukul 9 pagi di hari Valentine itu. Akibatnya debu menutup tebal seluruh permukaan dan bangunan di Yogyakarta, dengan rata-rata ketebalan 1 hingga 4 cm.

Para warga DIY baru membersihkan keesokan harinya yakni tanggal 15 Februari 2014. Namun, ada beberapa warga yang langsung membersihkan di sore hari tgl 14 Februari. Ketebalan lapisan debu membuat warga kesulitan membersihkannya, terlebih sudah ada yang menempel. Para warga dihimbau untuk tidak membuang abu di selokan, sungai, dan saluran airnya. Karena khawatir akan menyumbat dan dapat menimbulkan banjir lahar dingin ketika hujan deras. Selain itu, dihimbau pula untuk mengumpulkan debu vulkanik dalam suatu tempat agar tidak bercecer kembali di jalanan dan terbawa angin.


Meskipun, sudah dilakukan pembersihan bersama, cuaca Yogyakarta pasca letusan Kelud terasa panas dan kering. Banyak angin yang membawa sedikit uap air sehingga abu vulkanik pun ikut terbawa angin ke segala tempat. Pembersihan belum efektif, karena abu vulkanik (terutama di pepohonan dan atap bangunan) berterbangan lagi. Penduduk DIY kompak untuk memohon hujan kebada Tuhan. Dan akhirnya setelah menanti puluhan jam, hujan didatangkan di malam hari tanggal 16 Februari 2014. TetapI hujan yang datang tidak merata terdapat di wilayah DIY. Hujan yang deras dalam waktu lama hanya mengguyur sebagian besar wilayah Kota Yogyakarta dan tenggara DIY. Di wilayah rumah saya yakni, di Jalan Kaliurang KM 9.3 (Wilayah utara DIY) hanya terguyur dalam waktu kurang lebih 1 jam dengan intestias hujan sedang. 

To be continued on Apabula Abu Vulkanik Mencemari Air