Halo..assalamualaikum bloggers..
Kali ini..Early mau share cerita
liburan sederhana di Purworejo beberapa hari yang lalu. Tepatnya tanggal 17
Juli 2017 Early sengaja escape dari
Jogja mengisi liburan berkepanjangan ini hehehe. Sekitar pukul 07.00 pagi Early
berangkat dari Jogja menuju Purworejo menggunakan mobil. Tiba di Purworejo
sekitar pukul 09.00. Early sangat menikmati perjalanan ke Purworejo karena
Early melintasi tiga Kabupaten di DIY, mulai dari Kabupaten Sleman tempat
domisili Early, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo. Di tengah-tengah
perjalanan Early menikmati banyak panorama mulai dari perbukitan, bentangan
sawah, hingga sungai dan jembatan yang masih alami.
Sampai di Purworejo, Early dan
ayah langsung menuju hotel Plaza yang terletak di Jalan Tentara Pelajar Nomor
21, Kecamatan Purworejo, Purworejo, tepat di depan SMA Negeri 1 Purworejo.
Hotel ini juga direkomendasikan teman kuliah Early yang asil Purworejo (Thanks
to Alam Reformasi). Hotel Plaza merupakan salah satu hotel terbaik yang kota
kecil ini punya dan termasuk hotel berbintang. Early beruntung mendapatkamn
view kamar dengan pemandangan persawahan di belakang hotel yang masih hijau dan
sejuk.
Sebenarnya, Purworejo bukan
termasuk Kota Wisata atau kota yang terkenal dengan ciri khas tertentu. Tetapi,
berkat penjelajahan sendiri dan hasil kunjungan selama di kota ini 3 hari,
Early berhasil menemukan apa keunikan dari kota ini. Purworejo merupakan sebuah
Kabupaten yang didalamnya terdapat beberapa kecamatan besar seperti Kecamatan
Purworejo, Kecamatan Kutoarjo, Kecamatan Bagelen, dan lainnya. Pada post kali
ini, Early akan memfokuskan tentang keistimewaan Kecamatan Purworejo. Di
Kecamatan ini terdapat makam Jenderal Sarwo Edi Wibowo, salah satu jenderal
besar yang meninggal tragis karena serangan
G30S/PKI.Di Purworejo juga merupakan tempat kelahir komposer nasional yakni
Wage Rudolf Supratman, tepatnya di daerah Kaligesing. Jadi, tidak heran di
daerah yang cukup kecil dan sederhana ini ternyata merupakan daerah cikal bakal
para pahlawan kebangsaan. Di jalan-jalan protokol kita juga akan menjumpai
banyak tugu, patung-patung, dan beberapa cagar budaya berbentuk bangunan. Salah
satu patung yang Early jumpai di sana adalah patung W. R. Supratman yang sedang
membawa biola. Patung ini dapat ditemui di perempatan Pentok.
Selain dari aspek historis,
Purworejo juga memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Di
Purworejo, kita masih banyak melihat petak-petak sawah yang terawat dan
lahan-lahan produktif yang terurus. Hal ini berimbas pada lingkungan kotanya
yang tetap sejuk meski tidak diapit gunung secara dekat. Selain itu, wilayah
ini juga memiliki keunggulan hasil alam berupa buah durian dan biji kopi
robusta. Durian asal Purworejo ini memang terkenal dengan daging buah yang
tebal dan rasa manis-pahit khas durian. Daerah pernghasil durian yang utama ada
di Kaligesing dan Watuudan. Terdapat dua jenis durian Purworejo ini yakni
durian hasil setek dan okulasi antara Duran lokal dan Durian montong dan kedua
adalah durian lokal. Keduanya sama-sama enak dengan ciri khas sendiri. Untuk
durian hasil okulasi dan setek memiliki rasa pahit yang cenderung manis dengan
daging buah tebal seperti durian montong, warna nya juga lebih kekuningan.
Sementara untuk durian yang murni lokal rasanya lebih diidominasi rasa pahit
khas durian dengan daging buah yang tidak kalah tebal, namun warna tidak
cenderung kuning. Untuk kopi robustanya,
dianggap terbaik karena termasuk dalam daftar 15 kopi terbaik di Indonesia.
Daerah penghasil kopi robusta ini juga terdapat di Kaligesing. Sebenarnya,
potensi hasil alam seperti durian dan kopi robusta dapat menjadi daya tarik
tersendiri bagi kabupaten ini untuk berkembang. Berdasarkan hasil wawancara
dengan warga lokal, mereka justru kurang mengenali potensi ini dan seakan
kurang dapat “menjual” keunikan daerahnya (terutama untuk potensi kopi
robusta). Sehingga ada baiknya, pengalaman ini dapat menjadi koreksi dan
evaluasi pagi pemerintah daerah setempat dan warga asli untuk bersama-sama
mengembangkan daerah melalui potensi yang sudah ada.
Masih tentang hasil alam dan
makanan, kita akan mengulik tentang buah tangan yang didapat di Purworejo.
Ketika Early berjalan-jalan di sekitar hotel, tanpa sengaja Early menemukan
kios kecil di pinggiran sungai. Kios tersebut ber-pelang kecil sekitar 2x1
meter bertuliskan Pusat Oleh-Oleh Purworejo, Kue Lompong “Asli” Oleh-Oleh Khas
Purworejo. Early tertarik dengan jajanan khas tersebut dan menuju ke kios.
Early sedari awal tiba di Purworejo, memang berpikir apa makanan khas dari
Purworejo. Setelah mendekat ke kios Early memgintip sedikit cara pembuatan kue
lompong ini. Jadi, kue lompong merupakan jajanan khas Purworejo yang berbahan
dasar tepung ketan, kacang, dan tepung lembu (sebutan untuk tepung dari tanaman
lompong). Tepung lembu inilah yang menjadikan warna jajanan ini hitam. Tanaman
lompong sebelum dibuat tepung diremas-remas dan diambil sarinya. Kue lompong
ini memiliki tekstur yan agak keras dengan isian kacang seperti pada kue moci.
Namun, kue ini dapat bertahan hingga satu minggu apabila rutin dikukus untuk
memperlunak tektsur kue. Meski terkesan berpenampilan kurang apik (karena segi
warna hitamnnya), kue ini memberikan cita rasa yang khas dari komposisi tepung
lembu. Tepung lembu ini memang jarang dibuat dan ditemukan di pasaran, tetapi
daerah Purworejo yang tanahnya masih gemah ripah loh jinawi maka tidak sulit
untuk menemukan tanaman lompong di kanan-kiri sawah maupun ladang.
Berbicara tentang kehidupan
sosial, masyarakat Purworejo termasuk masyarakat yang agamis. Di beberapa
perkampungan berdiri banyak surau dan pondok pesantren. Sekolah-sekolah juga
banyak didirikan dan terurus dengan baik. Maka tak jarang dari daerah sekitar
Purworejo banyak yang menjadi penglaju untuk menempuh pendidikan di Purworejo.
Masyarakat Purworejo juga masih cenderung memilih pada zona nyaman, artinya
memang sedikit sekali pembangunan kota yang dapat kita lihat. Gedung-gedung
tinggi pusat perbelanjaan besar, pasar-pasa swalayan memang tidak terlalu
kelihatan banyak di Purworejo. Pemerintah daerahnya sendiri memang masih sangat
preventif dan sangat hati-hati sekali. Sehingga tidak banyak terlihat proyek
pembangunan besar-besaran di sana. Meski demikian, hal ini berdampak positif pula
dalam upaya penjagaan kearifan lokal dan kekayaan alam terutama lahan-lahan
persawahan dan produktif lainnya. Kebutuhan perumahan, gedung, pertokoan,
diatur secermat mungkin agar tidak sampai mengacaukan sektor-sektor essensial
lain yang sesungguhnya memiliki kepentingan atas hajat hidup orang banyak.
Demikian, cerita pengalaman Early
di Purworejo, sebuah kota kecil yang istilah jawanya nggak “neko-neko”, adem ayem, tata, titi, tentrem, kerta, raharja.
Di balik kesederhaan kota dan daerah ini ternyata menyimpan banyak harta
berharga yang masih dapat dimanfaatkan dengan optimal secara bijak. Berlarut-larut
dalam zona nyaman memang tidak akan selamanya baik dan membawa perkembangan.
Terpenting dalam menyikapi dan mengembangkan kota kita perlu banyak berpikir
panjang, tenang, dan rasional demi pembangunan yang berkelanjutan untuk
kebahagiaan generasi mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar