Assalamualaikum bloggers
Kali ini saya akan me-resume
beberapa webinar berurutan dari NY-SRE (Society of Renewable Energy) ITB yang diadakan beberapa hari selama awal
agustus 2020.
Webinar pertama yang saya ikuti
tanggal 3 Agustus 2020 menghadirkan langsung pembicara dari luar negeri yaitu
Riccardo Toxiri-Perogramme Officer-Governance Support Office IRENA dan Beniamin
Strzelecki. Mereka bedua berbicara perihal energi bersih dalam kancah pemikiran
pemuda. Melalui asosasi energi terbarukan yakni IRENA (International
Renewable Energy Agency) terselenggara berbagai pelatihan, riset, acara,
dan beasiswa untuk para pemuda yang concern mengembangkan energi
terbarukan. Riset-riset yang dilakukan IRENA juga menjadi bahan untuk
eksplorasi serta kajian energi terbarukan yang ada di Indonesia. Untuk tahu
lebih lanjut tentang IRENA bisa dibuka www.irena.org.
Setelah sesi tentang IRENA dilanjutkan sesi
dari perwakilan United Nations (PBB). Perwakilan dari PBB ini memfokuskan
kajian mengenai Sustainable Development Goals (SDG) poin 7 yaitu Youth
Constituency dalam hal Affordable and Clean Energy. Oh ya, keseriusan
dalam menangani SDG poin ke 7 ini nampak dari dibetnuknya direktorat khusus
yakni UN MGCY (United Nations Major Group for Children and Youth). Direktorat
ini memiliki prinsip-prinsip solidaritas, kedialan, persamaan/kesetaraan,
universal, inklusi, mengakui hak asasi, integritas dari planet, dan lainnya.
Direktorat ini secara formal sudah diadopsi pada Agenda 21 di tahun 1992, namun
realiasi untuk operasionalnya baru berjalan Maret 2020. Beberapa aktivitas yang
dilakukan adalah advokasi kebijakan (dilakukan musyawarah pada Forum Politik
Tingkat Tinggi pada Pengembangan Berkelanjutan, biasanya pada forum ini
menghadirkan tokoh-tokoh penting dunia pemangku kebijakan dan pakar energi), Youth
action (berkolaborasi dengan IRENA), capacity building, knowledge (seperti
misalnya pembuatan film dokumenter), peran konsultan dalam youth engagement
(IRENA youth, European Youth Energy Day, Vienna Energy Forum). Untuk
informasi lebih lanjut mengenai UN MGCY bisa kunjungi web resminya https://www.unmgcy.org/getinvolved
(Jika sekalian mau berpartisipasi) atau ikut bergabung dalam grup whatsapp
https://bit.ly/sdg7whatsappgroup
untuk mendapatkan info-info terbaru mengenai renewable energy.
Hari selanjutnya 4 Agustur 2020 SRE
ITB menghadirkan narasumber yakni Bapak Harris Yahya sebagai Direktur Aneka
EBT-Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Bapak Surya Darma sebagai
Kerua Umum METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia. Meski saya tidak
menyaksikan webinar dari awal namun saya sangat menikmati pemaparan yang cukup
emnarik sebagai new insight of renewable energy. Berikut
ulasannya:
Berdasarkan data dari KEN, bauran
energi terbarukan nasional di tahun 2025 targetnya sebanyak 23%. Namun, hingga
saat ini baru tercapai sekitar 5%. Adanya paparan tersbut memang
mengindikasikan bahwa pemerintah berupaya serius dalam menerapkan energi
terbarukan sebagai poros energi nasional. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri
akrena energi fosil akan habi dalam 10-20 tahun ke depan, atau bahkan lebih
cepat dari itu jika kita tidak segera shifting to renewable energy.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kita tidak bisa menggantungkan energi nasional
semata-mata dari energi fosil karena energi tersebut selain tidak ramah
lingkungan cadangannya juga semakin menipis. Bahkan untuk eksplorasi atau
pengeboran sumur-sumur minyak baru juga sudah tidak semudah dahulu. Selain
angka target bauran energi nasional 23% untuk energi baru dan terbarukan, juga
ada target persentase energi dari sumber gas sebanyak 22%, dan batu bara
ditekan sebanyak 25% di tahun 2025. Namun saat ini porsi energi batu bara sudah
banyak mencapai 60% untuk listrik. Oh ya terkait angkat 23% tadi dalam bauran
enegri terbarukan sebagai sumber energi nasional ternyata membtuhkan investasi
yang tidak sedikit yakni 100 milyar USD. Oleh karena itu perlu dilakuakn
Kerjasama erat dengan berbagai pihak. Perkara ini memang tidak dapat
menggantungkan saja kepada pemerintah, ettapi harus dicari solusinya bersama.
Solusi dalam hal pembiayaan, investasi, maupun teknologi dan cara bagaimana
membuat penerapan energi terbarukan lebih terjangkau.
Setelah membahas mengenai bauran
energi nasional juga dibahas tentang biodiesel. Biodiesel sebagai bagian dari
energi ramah lingkungan-karena memanfaatkan biomassa/kelapa sawit dalam
produksinya saat ini sedang dilakukan kajian mendalam. Hal ini dikarenakan penggunaan
biodiesel sebagai bagian dari program B30 harus diperhatikan dalam hal bahan
baku yang memang sebaiknya perlu dilakukan diversifikasi. Sementara ini sawit
dalam bentuk CPO menjadi sumber utama pembuatan biodiesel skala besar. Potensi
tanaman lain perlu dilakukan riset mendalam seperti jarak, singkong, sorgum,
kemiri, agar pemanfaatnya sebagai biodiesel juga dapat maksimal tanpa terjadi
kompetisi peranannya sebagai bahan pangan. Oh ya, jadi perlu ditekankan bahwa
energi baru dan terbarukan atau new and renewable energy adalah energi
masa depan, jadi sifat atau kehadirannya merupakan transisi dari energi
konvensional yang mana cadangan akan habis dalam beberapa tahun mendatang.
Sehingga perlu ditanamkan mindset bahwa energi fosil atau energi
konvensional yang ada bukan berkompetisi denagn energi terbarukan yang mulai
marak ini, yang ada adalah bentuk transisi energi ke arah yang lebih ramah
lingkungan dan berkelanjutan.
Hari selanjutnya, dilakukan
pemaparan dari Direktur Utama PT. Geo Dipa Energi (Persero) Bapak Riki Ibrahim tentang
Program Geothermal atau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sebagai salah satu
alternatif new and renewable energy. Selain itu, seminar juga
menghadirkan Ibu Sylvi J. Gani sebagai Direktur Pembiayaan dan Investasi PT
SMI. Program geothermal memang sangat potensial di Indonesia meski investasinya
dapat dibilang cukup tinggi dibanding jenis new and renewable energy
lainnya. Saat ini mekanisme pembiayaan eksplorasi masih ditanggung sepenuhnya oleh
pengembang. Padahal biaya eksplorasi inilah yang dibilang menyedot angka cukup
tinggi dari eksplorasi sumur minyak misalnya. Oleh karena biaya eksplorasi masih
ditanggung oleh pengembang, maka menyebabkan harga listrik yang dihasilkan dari
pembangkit tenaga panas bumi lebih tinggi yakni sekitar 12 sen. Harga yang
tinggi ini jika mau bersaing dengan penggunaan listrik sumber konvensional
(batu bara) maka diperlukan subsidi pemerintah. Menurut narasumber, terdapat
rancangan udnang-undang yang mengatakan bahwa biaya eksplorasi akan ditanggung
oleh pemerintah sehingga harga listrik yang dihasilkan dapat ditekan menjadi
kurang dari 10 sen. Sebagai intermezzo, cadangan geothermal di Indonesia
saat ini adalah yang terbesar di dunia mencapai 2100 MW. Nah, jika Indonesia benar-benar
mau serius mengelola potensi ini sudah selayaknya dapat mengadopsi kebijakan
yang dilakukan New Zealand untuk PLT Panas Bumi yang mana proyek eksplorasinya
dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah. Setelah ditemukan kepastian adanya panas
bumi yang dapat diambil ada dapat dideliver uap panasnya untuk
menggerakkan turbin generator barulah proyek ini diserahkan oleh investor dalam
pengelolaan lebih lanjut.
Berbicara tentang Kebijkan
khususnya Undang-Undang Energi Terbarukan yang sempat disinggung sebelumnya,
bahwa pemerintah mulai mengusahakan dana atau insentif bagi Lembaga atau
perusahaan yang emngatur pengelolaan new and renewable energy. Hal ini
diharapkan akan semakin banyak pihak yang berkontribusi untuk mewujudkan
kemandirian energi nasional dan mencapai goal 23% energi bersumber dari new
and renewable energy. Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan
zaman, cost dari new and renewable energy semakin rendah. Contoh
yang nyata dapat dilihat dari panel surya (1,35 sen/Kwh). Selain itu,
pengelolaan new and renewable energy sebenarnya menciptakan banyak
lapangan kerja atau bahkan diversifikasi usaha dan program padat karya. Jadi,
tidak perlu risau atau mendoktrin proyek new and renewable energy
menhempas para pekerja energi konvensional (red: minyak). Beberapa keahlian
relevan juga masih dibutuhkan baik professional atau teknis. Selain itu banyak
juag proyek new and renewable energy yang merekrut masyarakat sekitar
atau setidaknya membutuhkan bantuan dari warga sekitar demi keberhasilan
proyek. Dengan demikian antara warga dan proyek PLT Geothermal ini tercipta
sinergi dan hubungan mutualisme. Salah satu investor dalam proyek PLT
Geothermal adalah PT. Geo Dipa Energy, yang saat ini aktif melakukan pelibatan
mahasiswa dalam wilayah kerjanya. Pelibatan itu dari praktek kerja lapangan,
penelitian, dan sharing session. Divisi yang ditawarkan dalam PKL misalnya HSE, Procurement, hingga Engginering.
Perusahaan ini tidak ragu dalam bekerjasama dengan mahasiswa karena mereka
percaya bahwa mahasiswa adalah agent of the change untuk menyuarakan
penggunaan energi terbarukan. Bagi teman-teman yang memburu tempat PKL di
bidang energi bisa difollow instagram PT. Geo Dipa Energy. Menurut Bapak Riki
Ibrahim selaku perwakilan dari PT. Geo Dipa Energy beberapa hal yang menjadi
tantangan mengenai new and renewable energy adalah mempertimbangkan harga listrik agar
terjangkau, penetapan harga keekonomian, insetif jangka panjang oleh pemerintah
sebagai net national benefit, membangun generator dan turbin sendiri
tanpa impor dengan kualitas sesuai standar (terstandarisasi dengan
memperhatikan factor Kesehatan pekerja dan efisiensi), serta concern yang
kuat tentang pemanfaatan new and renewable energy secara maksimal
misalnya listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses smelter atau
pembakaran bahan tambang yang umumnya banyak dilakukan di perusahaan tambang
Indonesia timur.
Setelah paparan menegani geothermal
dari PT. Geo Dipa Energy, dilanjutkan pemaparan dari Lembaga pembiayaan proyek renewable
energy yakni PT. SMI. Beberapa pertimbangan proyek renewable energy
yang dapat dibiayai adalah Relay dari kemampuan project, assessment komprehensif
untuk kelayakan project, kemampuan finansial, kemampuan teknis.
Selanjutnya pemilik project juga dinilai kapasitasnya, finansial,
kemampuan knowledge, termasuk stakeholders. Selanjutnya untuk off
taker PLN juga dinilai kesiapannya sebagai salah satu sumber pembayaran.
Dalam penggunaan teknologi-teknologi juga dicek apakah proven atau
belum, kontrak-kontrak juag direview apakah memberatkan atau tidak. Hal
lain yang harus diperhatikan dalam renewable energy project adalah
pemahaman tentang risiko terhadap proyek, potensi, dan mitigasi. Selain itu,
sponsor mengambil alih kewajiban bayar jika ada kejadian gagal bayar. Kemampuan
bayar juga dapat dimitigasi dengan proteksi asuransi.
Pada tanggal 8 Agustus 2020
seminar isi dari PT. Astra International Tbk dengan narasumber Mas Narendra Afian
Pradipto (Program Manager Green Energy ESR Astra) yang membahas tentang Energy
Auditor. Energy Auditor merupakan peran baru dalam hal new and
renewable energy. Beberapa nilai yang harus dimiliki peran tersebut adalah
sertfikasi (standar kompetensi nasional), integritas (fair, jujur,
akurat), rencana professional, confident, serta terbuka kritik dan
saran. Sementara itu kendala penerapan new and renewable energy di Astra
adalah kontrak minimum, pendanaan (balik modal jangka Panjang), dalam hal
investasi sebar untuk renewable energy project, manajemen akan lebih mudah
diberi pemahaman jika dijelaskan mengenai skema pembiayaan (balik modal
investasi diperkirakan) bukan tentang pentingnya renewable energy.
Setelah pembicaraan dari
perwakilan Astra, acara dilanjut dari General Manager PT PLN yakni Bapak Doddy
Benyamin Pangaribuan. Beberapa paparan beliau secara random yang saya
ikuti yakni masalah RPJMN yang saat ini masih menghasilkan 7,1 GW dari renewable
energy. Sementara targetnya sebesar 23% totalnya sebesar 19,9 GW. Gap
energy sampai dengan April 2020 sebesar 8,9%. Pak Menteri memaparkan
presentasi mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi renewable energy
developmet, yaitu sinergi di antara beberapa pihak yakni masyarakat,
swasta, dan pemerintah; lalu kesiapan sistem yang berhubungan dengan efek
intermiten (kehilangan secara tiba-tiba); finansial; optimisasi; keseimbangan
pasokan dan permintaan; koordinasi dengan stakeholders; konsitensi pada
pengawasan proyek. Pak GM juga mengenalkan istilah REBID atau Renewable
Energy Based Industry Development. Dengan adanya program tersebut,
diharapkan pembangkit listrik yang dibuat jauh dari demand. Selain itu
ada juga istilah Green Booster yang salah satu penerapannya adalah
pengggunaan biomass, biomass waste, domestic waste untuk dimanfaatkan
sebagai biofuel atau untuk dijadikan bahan bakar tambahan dalam PLT
Panas Bumi. Hal-hal ini meruapakan salah satu dukungan terhadap berjalannya renewable
energy project tanpa haus membuat plant baru (karena investasi pasti
lebih besar).
(Sesi semianr dengan Pak Doddy General Manager PT PLN)
Dalam pengelolaan listrik sebenarnya terdapat trilemma yakni dirasakan PLN yakni pertama keberadaan listrik harus ada (avaibility), harus berlangsung terus menerus, tak tergantikan (relaybility), serta terjangkau (affordable). Tentu untuk mencapai ketiganya bagi negara Indonesia yang kepulauan dan heterogen dalam segi eknomi, sosial, budaya tidaklah mudah. Bahkan dalam hal kasus aviability saya dapat dilihat bahwa rasio elektrifikasi (perbandingan jumlah penduduk yang sudah menikmati listrik dibanding total jumlah penduduk) pada beberapa daerah masih rendah. Hal ini dapat dikarenakan akses dan sumber daya yang terbatas. Sementara di sisi lain PLN juag ditekan bagaiman menyediakan listrik yang bisa terus menerus dipakai (karena kebutuhan listrik menjadi vital-meski pada masa pandemic COVID-19 ini terjadi penurunan pertumbuhan listrik atau dikatakan pertumbuhan listik negatif) dan terjangkau. Oleh karenanya potensi energi baru dan terbarukan sebanrnya baik sekali dalam hal menyediakan listrik yang cukup dan berkelanjutan. Namun harus dipertimbangkan juga masalah keterjangkauan nya juga sehingga mudah untuk dinikmati berbagai kalangan.
Menurut PLN sendiri, sembari
menunggu teknologi dari renewable energy dalam memproduksi listrik ini
menjadi terjangkau dan investasinya dapat ditekan, maka PLN seacra bertahap
melakukan konversi seperti dalam program green boosters dan panel surya.
Nah, untuk panel surya sendiri sudah cukup banyak digunakan oleh rumah tangga
dan harganya semakin lama juga semakin terjangkau. Dalam operasionalnya untuk
panel surya, pengguna dapat mendaftarkan ke PLN atau hanya digunakan pribadi.
Fasilitas yang diberiakn jika didaftarkan ke PLN, maka kelebihan listrik yang
dihasilkan dapat ditampung atau ditransfer dahulu ke PLN, dan dapat digunakan
lagi jika panas matahari sedang tidak cukup tersedia (excess power dibeli oleh
PLN). Namun untuk kelebihan ini belum bisa digantikan dalam bentuk rupiah atau
diuangkan. Pada sesi tanya jawab ada yang menanyakan tentang startup yang
berkaitan dengan renewable energy yang tidak harus bekerjasama dengan
PLN apabila ingin beroperasi. Hal yang terpenting adalah koordinasi dengan
pemerintah daerah setempat yang mana menjadi wilayah kerja atau proyeknya.
Webinar selanjutnya pada tanggal
10 Agustus 2020 bersama dengan Menteri ESDM Bapak Arifin Tasrif dan Direktur Utama Pertamina Ibu Nicke
Widyawati. Secara umum pak Menteri menjabarkan potensi new and renewable energy
di Indonesia yakni dari samudera (tenaga gelombang laut) sebesar 17,9 GW; tenaga
panas bumi 23,96 GW, bioenergi sebesar 32,6 GW; tenaga bayu atau angin sebesar 60,6 GW; tenaga hidro 75 GW, dan
tenaga surya 107,8 GW sehingga totalnya sebesar 417,8 GW. Namun hingga saat in
baru 2,5% yang diamnafaatkan atau sekitar 10,4 GW. Pak Menteri juga mengarahkan
tentang manfaat biomassa sebagai bioenergi yang saat ini mulai dikembangkan di
Sumatra Barat. Beberapa limbah biomassa yang dapat dimanfaatkan di antaranya
serat sawit, bagas tebu, sejam padi, dan jankos/tankos. Alasan kuat
limbah-limbah tersbeut dapat diamnfaatkan karena memiliki nilai kalori yang
tinggi kalori ini merupakan panas yang dapat menggerakkan turbin generator.
Selain dari limbah biomassa mulai dijalankan pula pembangkit listrik tenaga
sampah yang sduah aktif di beberapa koat seperti Jakarta dan Surakarta. Sistem
yang digunakan dalam PLT Sampah ini adalah insenerasi, pirolisis, gasifikasi. Insights
yang diperoleh dari pemaparan pak Menteri diantaranya pengembangan start-up/internet
of things untuk aplikasi penghematan energi, memanfaatkan limbah menjadi
berkah melalui pembuatan biogas, pellet/briket biomassa, dan memanfaatkan
potensi tanaman setempat menjadi bahan bakar seperi pembautan bioethanol dari
tanaman aren dan sagu.
(foto saat sesi seminar dengan Ibu Nicke, Direktur Utama Pertamina Persero)
Selanjutnya paparan dari
perwakilan Pertamina mengusung topik Global Megatrends in Energy Sector.
Ibu Dirut memberikan narasi tentang fenoemna shifting energi ke arah new
and renewable energy yang memang sudah tidak dapat dipungkiri dan ditunda oleh
masyarakat dunia. Dari segi bisnis pertamina tentu ada juag roda perubahan di
masing-masing sektor usahanya. Contoh untuk oil, Pertamina mulai
memperkuat pasar domestiknya serta mengoptimalkan sumber daya domestic seperti
misalnya teknologi EOR (Enhanced Oil Recovery) yang bertujuan agar
eksistensi kilang minyak yang sudah ada lebih optimal. Dalam hal oil lagi
saat ini juga sudah mulai ada yang bergeser ke penggunaan gas alam (Liquid
Natural Gas). Lalu untuk petrokimia juga sudah mulai diintegrasikan dengan
kilang minyak sehingga terjadi pengembangan produk dari bagian petrokimia.
Pertamina sendiri secara mandiri juga sudah berusaha memanfaatkan new and
renewable energy dalam hal penggunaan listrik (supply listrik). Saat
ini Pertamian mulai foksu dalam pembuatan Pabrik Electric Vehicle dan
Pabrik Batrai. Pertamian sebagai BUMN yang sahamnya dimiliki pemerintah mecoba
agar pemenuhan kebutuhan akan kendaraan dan bahan bakarnya benar-benar
disediakan. Terlebih dalam kaitannya dengan pabrik Electric Vehicle yang
akan dirintis Pertamina diharapkan dapat menjadi pionir dalam penerapan new
and renewable energy yang terjangkau di masyarakat.