Kali ini kita akan mengupas Buku Islam dan Sains karya Ahmad Sarwat, Lc.MA. yang diterbitkan oleh Rumah Fiqih Indonesia. Buku ini memiliki tebal 212 halaman dengan enam BAB di dalamnya. Buku ini dibawakan dengan penjelasan ringan terkadang menggunakan Bahasa keseharian sehingga cukup mudah dipahami. Penulis mengajak pembaca buku untuk menyelami dunia Sains atau Ilmu Pengetahuan yang bersumber dari rujukan Ilmiah dalam sudut pandang Islam. Agama islam sebagai agama rahmatan lil alamin tentu menjunjung sekali ilmu pengetahuan. Bahkan melalui kitab sucinya yang terkemuka yakni Al-Quranul kariim telah tertulis banyak wahyu Allah yang mengajak manusia untuk berpikir, merenung, menalar, dan mengamati berbagai fenomena di kehidupan ini yang di dalamnya tersimpan rahasia sains yang luar biasa. Maka erat sekali kaitan sains dengan agama Islam yang memang mengajak hambaNya untuk menjadi manusia yang pembelajar dan menggunakan akalnya untuk berpikir sehingga dapat menjadi khalifah di muka bumi yang saling memberi kebermanfaatan satu sama lain.
Pada Bab pertama, penulis memberi
introduksi tentang Sains secara umum di dunia. Saat ini kemajuan Sains
didominasi oleh negeri Barat yang notabene banyak kaun non-muslim. Namun
sejatinya, hal itu dapat diperoleh karena sains telah berkembang dan berjaya
lebih dahulu di negara-negara Islam yang utamanya berada di Timur Tengah atau
Jazirah Arab. Di dalam buku ini bahkan diceritakan tentang masa kegelapan Eropa
mengenai ilmu pengetahuan yang mana banyak sekali tokoh-tokoh IPTEK seperti
Galileo Galilei dan Nicolaus Copernicus yang justru ditindas, diasingkan,
bahkan disiksa karena menentang pemahaman gereja terhadap suatu ilmu
pengetahuan. Jelas terlihat bahwa Bangsa Barat di era kegelapan dahulu sangat
tidak terbuka terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan. Mereka hanya terpaku pada
dogma-dogma Gereja yang dianut secara turun menurun tanpa dilakukan penelitian
secara berkala. Padahal suatu ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang dinamis,
suatu hal yang dianggap benar pada suatu masa dapat menjadi salah di waktu
berikutnya. Hal ini lah yang menajdi buah dari proses berpikir yang Allah dan
Rasul-Nya anjurkan pada umat manusia khususnya umat Islam. Hal ini juga yang
menjadi bukti bahwa ilmu adalah sesuatu yang luar biasa luas, oleh karena nya
pemikiran seorang yang brilliant terhadap suatu hal bukan menjadi suatu
yang paripurna. Sebuah pemikiran atau penemuan tersebut patutlah dikembangkan
lagi oleh beberapa pihak sehingga menjadi suatu hal yang lebih menyeluruh,
lebih lengkap, dan cukup sempurna untuk dimanfaatkan atau digunakan umat
manusia. Sementara itu, dalam kacamata Islam, sains amat dimuliakan. Hal ini
nampak dari Riwayat Nabi dan para sahabat bahwa Islam tidak pernah membatasi
umatnya untuk berkembang dalam hal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, meski harus
mengadopsi dari budaya ada kebiasaan bangsa lain. Artinya selagi suatu
pemikiran atau penemuan dari kalangan lain bermanfaat dan dapat dikembangkan
lebih lanjut (dimodifikasi atau diperbaruhi) maka hal tersebut sah-sah saja
diterapkan. Islam tidak memberikan cap khusus bahwa suatu pengetahuan dari
bangsa atau bahkan agama lain menjadi suatu hal yang tabu atau tidak boleh
diterapkan. Selagi hal tersebut bermanfaat serta sesuai koridor syariat maka
pemikiran, pengetahuan, dan penemuan baru itu tetap dapat diterapkan oleh
kalangan umat Islam.
Pada Bab kedua dibahaslah tentang
Peran Al-Quran dan Sains. Al Quran sebagai kitab suci umat Islam mengandung
banyak rahasia Ilahi yang dituangkan melalui kiasan firman-firman Allah SWT. Al
Quran memiliki nama lalin sebagai Al-Huda yang artinya petunjuk mengandung
makna yang amat mendalam dari segi petunjuk dalam hal beragama dan tentunya
berkehidupan. Dalam hal agama jelas sekali bahwa segala hukum-hukum Islam
tertuang di dalamnya termasuk dalam hal syariat, muamalah, hukum warisan,
wasiat, dan sebagainya. Lantas petunjuk dalam arti berkehidupan bagaimana?Tentu hal ini menjadi lebih luas lagi karena berbicara kehidupan maka dimulai lah
darimana kehidupan ini bermuasal. Melalui ayat-ayat kauniyahnya Al Quran telah menjelaskan
berbagai fenomena alam secara implisit. Mulai dari bagaiman bumi diciptakan,
langit diciptakan, tumbuhan dan hewan, siklus air, hingga hakikat adanya
gunung-gunung. Di dalam makna implisit dari firman Allah SWT tersebut tentu
setalah melalui proses pemikiran dapat muncullah teori-teori ilmu pengetahuan
yang kini ada. Namun, tidak semua serta-merta ayat-ayat tersebut dihubungkan
dengan teori yang manusia ciptakan. Ada beberapa hal yang mungkin hanya dapat
dipahami melalui ilham tertentu atau Allah SWT lah saja yang Maha Mengetahui
segala rahasia terciptanya.
Pada Bab ketiga dibahas tentang
Tafsir Ilmi. Tafsir ilmi merupakan bahasan tentang uraian ayat Al-Quran yang didalamnya
mengandung ilmu. Tentu ilmu yang dimaksud ini ilmu yang kompleks mencakup
berbagai hal bukan hanya merujuk pada sains. Menurut Imam Al Ghazali terdapat 77.000
lebih cabang lebih ilmu sains yang ada dalam Al-Quran ditinjau dari tafsir ilmi
menurut beberapa aspek. Meski demikian dalam hal tafsir ilmi yang bersumber
dari firman-firman Allah SWT ada kalangan yang menyetujui dan menolak. Di
antara dua pihak tersebut punya alasan kuat masing-masing dalam mempertahakan
keteguhan pilihannya. Pihak atau kalangan ulama yang menyetuji tafsir ilmi di
antaranya adalah Al-Ghazali, As-Suyuti, Abu Al-Fadhl Al-Mursi, Fakhruddin
Ar-Razi, Ibnu Rusyd, Dr. Muhammad Abduh, dan Maurice Bucaille. Berdasarkan
pendapat kalangan yang menyetujui Tafsir Ilmi yakni mereka memiliki bukti
bagaiman ayat-ayat Allah SWT menjadi dasar lahirnya sains dan teknologi yang
hingga saat ini kita nikmati. Sementara itu, kalangan yang menolak tafsir ilmi
diantaranya Asy-Syathibi, Syeikh Mahmud Syaitut, Amin Al-Khuli, dan Syeikh
Muhammad Musthafa Al-Maraghi. Mereka menolak tafsiri ilmi lantaran aspek Bahasa
Al-Quran secara eksplisit tidak bersinggungan tentang ilmu pengetahuan, aspek
filologi; bahasa; dan sastra, lalu aspek teologis yang masih menitik beratkan
Al-Quran sebagai kitab suci yang membawa pesan keagamaan saja. Jalan tengah
dari kedua pendapat yang bertentangan ini keyakinan tetap bahwa Al Quran
mengandung sains yang memang disajikan secara tak langsung. Keberadaan sains
dalam Al-Quran merupakan suatu tema besar atau bersifat global bukan bersifat
rincian atau uraian.
Bab keempat bercerita tentang Nabi SAW dan
Sains. Pada bab ini dibahas bagaimana Nabi Muhammad SAW menyikapi fenomena
sains. Nabi dan rasul Allah tentu memiliki keistimewaan tersendiri karena
merupakan wali Allah yang diberikan wahyu kepadanya serta beberapa mukjizat.
Namun, hal itu tidak sepenuhnya menjadikan nabi seseorang yang paling alim di
bidang sains dan bahkan mengetahui semua rahasia Al-Quran terhadap
sains-meskipun kita tahu bahwa Al-Quran adalah salah satu mukjizat Nabi
Muhammad SAW. Beliau tetap terbuka dengan penemuan teknologi lain selama itu
memang membawa kemaslahatan umat. Contoh yang menarik misalnya dalam hal teknik
berperang. Ketika terjadi perang Khandaq, Nabi Muhammad SAW mempersilakan para
sahabatnya untuk turut mengatur strategi perang. Lalu muncullah sosok Salman Al
Farisi yang mencontoh teknik perang dari Persia dengan strategi membangun
parit. Salman Al Farisi menggunakan teknik ini lantaran ia pernah tinggal di
Persia dan menurutnya untuk kondisi kaum muslim dengan jumlah personil tidak
banyak. Teknik ini cukup baik dalam hal pertahanan. Dari kasus ini nampak jelas
bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang bijaksana, Beliau tidak memaksakan
kehendaknya atau menjadi pemimpin ditaktor yang serta merta semua keputusan ada
di tangannya. Beliau sadar bahwa beiau diutus oleh Allah SWT bukan seabgai ahli
teknologi yang serta merta menjadi paling berilmu, beliau diutus untk
menyampaikan risalah-Nya, ajaran agama Islam secara kaffah pada umat manusia.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW mempersilakan seorang ahli atau yang merasa
lebih tahu di bidangnya untuk ikut andil atau bahkan memimpin dan mengaturnya,
tidak lain tidak bukan agar hasil yang diperoleh dapat lebih maksimal.
Bab kelima yang berjudul Sejarah
Teknologi berbicara secara kompleks mengenai sains dan teknologi dari masa ke
masa. Sains dan teknologi bukan milik suatu kalangan atau bangsa saja.
Keberadaanya sangat umum dan global. Suatu teknologi dapat berkembang dari
bangsa A ke bangsa B, dari suatu peradaban kuno menjadi peradaban yang lebih modern.
Pada bab ini penulis menjelaskan cukup detail tentang teknologi dari masa pra
sejarah, zaman kuno, abad pertengahan, masa revolusi industri, abad 20, hingga
abad 21. Melalui deskripsi histori kita kan lebih memahami bahwa suatu teknologi
dari masa ke masa ternyata sangat berbeda, akan semakin berkembang, dan semakin
lebih baik. Bahkan suatu hal anganan di masa lalu saat ini sudah dapat
terwujud. Keterwujudan teknologi itu menjadi semakin lama semakin baik berasal
dari campur tangan berbagai umat manusia dari latar belakang agama, ras, suku,
dan bangsa yang berbeda. Kemajuan teknologi adalah hasil kiprah kemajuan umat
manusia, sehingga tujuan akhirnya adalah untuk kemaslahatan manusia-masyarakat
dunai secara umum dan bukan kalangan tertentu saja. Adapun sebagai umat islam,
hendaknya kemajuan teknologi kita manfaatkan sebaik mungkin untuk menjalankan
syariat, hukum, dan ajaran-ajaran Rasulullah dalam kehidupan beragama kita.
Dengan demikian, kemajuan teknologi tidak menjadi tameng kiat dalam kehidupan beragama,
melainkan menjadi pelengkap dan diharapkan mampu memaksimalkan diri kita dalam
beribadah kepada Allah SWT.
Bahasan terakhir yaitu di Bab 6
tentang konsep ilmu dalam islam. Ilmu dalam islam tentu bersumber utama dari
Sang Khaliq Allah SWT. Sebagai sang pencipta Allah Maha Tahu tentang segala apa
yang ia ciptakan dan bagaimana diciptakan. Luasnya ilmu Allah sering
diungkapkan dalam makna kursiyyun atau kita kenal dengan ayat kursi yang
mana kursi yang dimaksud tidak lain adalah ilmu, sehingga jika ditafsirkan dari
ayat kursi maka ilmu Allah meliputi langit dan bumi. Penggambaran lain tentang
luasnya ilmu Allah SWT ada pada Qs. Al Luqman ayat 27 yang artinya, “Dan
seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”. Sebagai Sang Pemilik Lautan Ilmu, Allah SWT memberikan ilmu
kepada makhluk-Nya, utamanya adalah manusia yang diberi akal sebagai pembeda
dengan makhluk lainnya. Dengan akal ini manusia selayaknya dapat berpikir,
menalar, mengamati, dan meneliti segala sesuatu atau fenomena yang ada sehingga
dapat mengetahui mengapa bisa seperti ini, bagaimana hal itu terjadi secara
ilmiah. Keberadaan ilmu yang dapat diakses manusia berasal dari jalur formal
dan non-formal. Jalur formal bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist sedangkan
jalur non-formal diberikan secara tak langsung oleh Allah melalui fenomena di
sekitar dan hal itupun juga dapat ditangkap oleh manusia yang memang
benar-benar menggunakan akalnya dalam menangkap ilham Allah SWT.
Pada akhirnya ilmu pengetahuan
atau sains adalah sesuatu yang amat dinamis dan komprehensif. Perkembangan
sains di era ini sedang mencapai puncak-puncaknya, maka hendak dimanfaatkan
untuk kemaslahatan umat dunia bukan untuk memicu persaingan atau bahkan
permusuhan. Sains dan teknologi yang membanjiri dunia saat ini sudah selayaknya
menjadi alat bantu untuk menolong sesama menciptakan peradaban tanpa
ketimpangan tetapi membuahkan kesejahteraan umat manusia. Islam tidak sama
sekali membeda-bedakan asal teknologi dan sains tercipta karena sejatinya sains
kepemilikannya adalah setiap insan yang mau menggunakan akalnya untuk berpikir
dengan benar dan penuh tanggung jawab sosial dalam penerapannya di kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar