Mereka terlalu kuat, mereka terlalu rendah hati. Tak yakin aku bisa
lakukan seperti mereka. Tukang sampah London akan jatuh ketika melihat keadaan
Tukang Sampah Indonesia.
(Wilbur Ramirez)
Wilbur Ramirez, tukang sampah London
yang sangat giat dan bangga akan tugasnya. Baginya, tukang sampah, pemadam
kebakaran, dan petugas fasilitas darurat lainnya adalah bagian terpenting dari
Kota London. Wilbur menyukai tugasnya sebagai tukang sampah. Yap, mudah dan
menyenangkan sekali pekerjaan itu bagi Wilbur. Hal ini disebabkan, London sudah
memiliki sistem pemilihan sampah yang harus diterapkan semua warganya. Mereka harus
memisahkan sampah yang dapat didaur ulang di kantong orange dan sampah yang tidak bisa didaur ulang pada kantong hitam. Apabila,
mereka tak patuh, sudah ada peringatan tersendiri yang akan diberikan kepada
pemerintah. Wilbur dan teman-temannya hanya mengangkut kantong-kantong tersebut
pada trek mereka yang sudah dipisahkan. Tak jarang mereka menemukan sampah-sampah
berharga. Sampah tersebut bisa berupa kamera, laptop, dan produk elektronik
lainnya. Pekerjaan sebagai tukang sampah di London bukan suatu pekerjaan
rendah. Hal ini dibuktikan dengan kesejahteraan keluarga Wilbur. Istrinya,
Nikky, sangat bangga dengan Wilbur yang mampu menghidupi keluarga sekaligus
membantu membersihkan lingkungan.
Puas
dan bangga dengan pekerjaanya Wilbur tertarik untuk menambah pengalamannya di Kota
Jakarta. Ibukota Indonesia
dengan 28 juta jiwa warganya yang terus bertumbuh tiap tahun. Pemerintahnya
sedang berjuang menangani kasus sampah yang terus membabi buta, seiring
meningkatnya populasi manusia di sana. Gedung-gedung pencakar langit yang
Jakarta miliki hanyalah menjadi bayangan semu, karena dibalik itu, masih ada
ribuan orang mengalami kemiskinan. Hal itu pula yang dirasakan 3000 tukang
sampah Jakarta. Mereka yang tidak pernah diperhatikan, tetapi sesungguhnya
merekalah yang rela membagi perhatiannya kepada sampah.
Selama 10
hari, Wilbur tinggal bersama seorang tukang sampah Jakarta, yakni Imam Syafii.
Imam Syafii adalah satu dari 3000 tukang sampah yang mengadu nasib di Kota Megapolitan
tersebut. Melihat kenyataan pekerjaan yang dilakukan Imam, Wilbur sempat
mengaku tak percaya. Bagaimana ia dikejutkan dengan gerobak yang digunakan Imam
untuk mengangkut sampahnya, mengingat saat dulu dia di London, dia memiliki
truk berteknologi tinggi yang sangat nyaman dan efisien. Wilbur hanya bisa tertawa,
dan menganggap dirinya akan menjadi “keledai” untuk gerobak tersebut. Tak hanya
itu kejutan yang diterima Wilbur, pada malam pertamanya, ia akan tidur pada
kamar yang tak bisa disebut kamar bagi dirinya. Lebarnya tidak sampai satu depa
dan panjangnya hanya sekitar 240 meter. Ruangan itu hanya untuk untuk tempat tidur,
kran air, dan lalat-lalat yang berterbangan. Wilbur tak bisa membayangkan kalau
tempat yang ia gunakan untuk tidur berada disamping gunungan sampah. Gunungan
itu digunakan Imam dan kawan-kawannya untuk menampung sampah-sampah yang mereka
dapatkan.
Wilbur
menemani Imam menjalani rutinitasnya. Imam mulai memunguti sampah sebelum matahari
terik menyinari. Imam harus memunguti sampah-sampah untuk kurang lebih 100
rumah. Gajinya hanya cukup untuk membayar rumah sewanya. Perlu tugas dan waktu
lagi bagi Imam untuk mendapatkan uang, anggaran membeli makanan. Tetapi bagi
Wilbur, gaji yang diterimanya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh
keluarga.
Imam harus
menerima seluruh sampah yang ada di rumah-rumah tersebut. Mereka tidak mau
peduli apakah sampah sudah dipilah atau belum. Mereka hanya memberikannya
kepada Imam dan membayarnya di akhir bulan. Mereka bahkan meminta Imam,
mencucikan tempat sampah, menyapu halaman rumah, dan bahkan membersihkan
selokan. Bagi Wilbur, ini sudah berbeda pekerjaan. Tidak seharusnya ini
dilakukan oleh tukang sampah seperti Imam. Jika di Inggris, pekerjaan ini sudah
ada yang menangani sendiri. Ini tidak adil dan sepadan dengan gaji yang
rumah-rumah mewah itu berikan kepada Imam.
Satu lagi
hal yang membuat Wilbur terheran dengan kekebalan hati Imam dan kawan-kawannya.
Gunungan sampah sebagi pos penampungan mereka sangat jarang didatangi truk
sampah dari pemerintah. Bahkan sampah di tempat tersebut selalu ditambah oleh
kelompok tukang sampah daerah lain. Ironisnya, Imam dan teman-temannya tidak
mampu mengusirnya. Mereka sudah terlalu lemah dan termakan kolusi serta ancaman
mereka. Imam dan kawan-kawannya hanya bisa diam, takut apabila pemberontakan
malah akan membuat diri mereka kehilangan pekerjaan.
Wilbur
berusaha keras untuk memahami keadaan Imam dan kawan-kawannya. Tukang sampah di
Indonesia jauh berbeda dengan tukang sampah di Inggris. Mereka bahkan tidak
memikirkan pensiun, asuransi, bahkan layanan kesehatan. Tukang sampah di
Indonesia hanya bisa menerima kenyataan dengan berdoa dan pasrah. Mereka seakan
sudah terlalu kalah dengan keserakahan dan keangkuhan warga Jakarta lainnya.
Imam dan kawan-kawannya sudah berusaha untuk bergerak meningkatkan
kesejahteraan. Tapi usaha mereka tak pernah direspon, mereka seakan
disia-siakan. Mereka sekedar dicap sebagai tukang sampah, orang rendah tanpa
jabatan. Padahal sesungguhnya mereka sangat berjasa pada kita dan lingkungan.
Wilbur
merasa tukang sampah Indonesia terlalu berat tugas dan tanggungannya. Dirinya merasa
tak yakin dapat bertahan seperti kondisi Imam dan kawan-kawannya. Sedang mereka,
sudah berpuluh-puluh tahun menjalani ini, tak pernah berubah, dan terus
bertambah lemah. Wilbur muak dengan semua keberatan yang dialami tukang sampah
Indonesia. Tapi dirinya sangat terkesima dengan sikap Imam dan teman-temannya.
Di tengah kondisi tersebut, mereka tetap teguh melaksanakan tugas, mencari
nafkah demi keluarga. Imam dan kawan-kawannya mengajari Wilbur untuk selalu
bersyukur menerima keadaan, untuk selalu memiliki kerendah-hatian. Bahwa segalanya
pasti akan mendapat balasan setimpal yang diatur oleh Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar