Tahun 2014 sebenarnya merupakan
tahun yang cukup special. Selain adanya pesta demokrasi di Indonesia pada tahun
ini juga diselenggarakan ajang pertandingan sepak bola tersohor yakni piala
dunia. Piala dunia dimulai tanggal 9 Juni 2014 lalu dan ditayangkan juga oleh
stasiun TV swasta di Indonesia. Semarak piala dunia di Indonesia tidak mengalami
grafik turun meski bangsa ini juga tengah disibukkan dengan urusan kampanye dan
politik. Beberapa media elektronik dan cetak juga tetap mengirimkan reporternya
ke Rio de Jenario, Brazil meski di Indonesia juga sedang dibutuhkan banyak
reporter untuk meiliput berita seputar pemilu. Lagu piala dunia juga tidak
jarang didengar meski menurut saya itu seperti lagu ketika zaman 2006. Semua
kemeriahan sepak bola piala dunia dihadirkan di Indonesia dengan sama meriahnya
seperti tahun-tahun sebelumnya.
Namun, satu hal yag berbeda pada
pikiran dan perasaan saya sekarang. Saya yang memang bukan bola mania merasa
sama sekali tidak terdorong untuk menonton salah satu pertandingan saja pada
Piala Dunia. Padahal empat tahun yang
lalu ketika pesta bola ini juga diselenggarakan (tahun 2010) saya sangat semangat
menyambut dan menikmatinya. Saat itu, saya yang pada dasarnya tidak menyukai
bola dan miskin pengetahuan tentang bola merasa tergerak hatinya untuk menonton
piala dunia. Hampir tidak pernah terlewatkan pertandiangan bola piala dunia di
televisi saya. Saya rela mennunggu siaran bola dan begadang hingga pukul 01.00.
Saya sama sekali tidak merasakan kantuk, malas, atau pantangan lain selama
menikmati piala dunia. Hal yang saya rasakan mungkin saya terkena virus piala
dunia. Semua pandangan saya serasa pandangan pecinta bola.
Berbalik dengan keadaan sekarang.
Saat ini pesta bola tersebut sama sekali tidak tampil di layar kaca saya. Meskipun
opportunity saya untuk menontonnya
lebih banyak ketimbang 4 tahun yang lalu. Tahun ini piala dunia masih bisa
dinikmati ketika para pelajar termasuk saya menghabiskan waktu untuk libur
kenaikan kelas. Selain itu, akhir-akhir ini saya juga sering tidur larut malam
dan berkutik di depan laptop untuk menyelesaikan Tugas Kaca KR. Hal ini
seharusnya bisa lebih membuat saya mudah untuk menonton bola, karena saya masih
bisa terjaga hingga larut malam. Minimal untuk satu pertandingan saya masih
bisa menontonya. Namun, anggapan ini tidak terjadi pada diri saya. Di tahun dan
bulan bola ini saya merasa tidak ada apa-apa, tidak ada piala dunia. Saya
memilih untuk langsung beristirahat ketika telah selesai mengerjakan tugas.
Selain itu, saya pun juga tidak berminat untuk menonton siaran ulang pada siang
hari. Hasrat saya untuk menonton bola 4 tahun lalu rupanya hilang.