Melihat nomor saya terpampang
diantara 34 nomor lain pada pengumuman kelulusan seleksi Tahap 2 membuat hati
saya seakan berguncang, merasa terkejut, namun bahagia dan optimis terkembang.
Saya sangat bersyukur bisa diberi kesempatan untuk berlanjut mengikuti
rangkaian seleksi AFS-YES. Bagi saya
seleksi tahap 3 ini merupakan gerbang akhir menuju penentuan keberangkatan saya
ke luar negeri. Seleksi ini benar-benar harus dipersiapkan dengan baik, agar
pada babak penentu ini kita dapat menampilkan secara total seluruh kemampuan
dan keterampilan kita yang akan menjadi pertimbangan untuk diberangkatkan ke luar negeri.
Hari-hari sebelum seleksi saya
sempatkan untuk melacak informasi mengenai pelaksanaan seleksi tahap 3.
Pasalnya, panitia tidak memberikan informasi jelas mengenai macam seleksi dan
tata cara pelaksanaan. Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari kakak kelas
yang pernah mengikuti seleksi tahap 3 AFS-YES tahun sebelumnya, menyebutkan
bahwa pada seleksi ini akan ada 2 macam sesi. Sesi pertama adalah diskusi
kelompok dan sesi kedua adalah kerja kelompok semacam membuat seni kriya.
Namun, kakak kelas saya menuturkan bahwa setiap tahun jenis seleksi akan
berbeda. Namun, tetap ada diskusi kelompok. Tak puas dengan penjelasan tersebut,
saya mencari informasi dari chapter
(cabang) lain. Pada tweets chapter Bandung
mengumumkan bahwa pada seleksi tahap 3 yang dilaksanakan di Bandung akan ada tes bakat. Melihat informasi
tersebut, saya tak habis pikir dan langsung belajar menari bersama guru seni
budaya saya.
Kemudian, 3 hari sebelum
pelaksanaan tes tahap 3 barulah panitia memberi kabar tentang pelaksanaan tes,
bahwa ternyata tidak ada tes bakat. Namun, panitia tidak membeberkan
jenis-jenis tes yang akan dikeluarkan selain diskusi kelompok tersebut. Menurut
saya, hal ini seperti kesengajaan untuk menutupi, agar diri kita siap menerima
tatangan apa saja yang akan diberikan nantinya. Berbeda dengan seleksi tahap 1
dan 2 yang dilaksanakan di saat para siswa kelas 10 tidak dalam masa sibuk,
maka seleksi tahap 3 diselenggarakan ketika siswa kelas 10 sedang mengikuti
Ujian Kenaikan Kelas. Saya tak tahu apakah ini sengaja atau bukan, yang jelas
hal tersebut juga merupakan suatu bentuk pengajaran tentang kesiapan kita dalam
menghadapi dua hal yang sama-sama pentingnya bagi diri kita.
Akhirnya, hari yang ditunggu
tiba, Minggu 8 Juni 2014 kami, ketigapuluh lima peserta seleksi tahap 3 sudah
bersiap di gedung Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Saat itu, para
peserta cukup menunggu lama hingga acara dibuka, kurang lebih 20 menit lebih
lambat dari jawal yang diumumkan. Meski demikian, para peserta tetap merasa enjoy dan memanfaatkan waktu tersebut
untuk saling berkawan, bergaul, dan mengembangkan komunikasi satu sama lain.
Kekeluargaan secara tak sengaja mulai terbentuk, dan hal tersebut terus
berkembang memasuki jam-jam berikutnya.
Pembukaan dilakukan dengan presensi,
kemudian langsung dibentuk 5 tim yang masing-masing terdiiri dari 7 orang. Saya
tergabung dalam tim 1 yang beranggotakan Innaz, Haryo, Ken, Nica, Ivona, ADB
(Anisa Diah Baswedan) dan saya sendiri tentunya. Setelah pembagian tim, lantas
kami diperintahkan untuk membuat yel-yel dalam waktu cukup singkat yakni
sekitar 10 menit. Sembari membuat yel-yel beberapa dari kami secara bergantian
diperintahkan untuk berfoto. Pada saat pembuatan yel-yel inilah komunikasi
diantara kami saling terbangun secara akrab. Kami langsung tak sungkan saling
berbagi ide dan masukan terkait yel-yel.
Awal ide kami membuat yel-yel
dengan backsound lagu satu-satu.
Namun, di tengah perjalanan kami akhirnya
memutuskan untuk membuat yel-yel yang dikemas dalam sebuah lagu dangdut dengan
goyangan yang sudah disesuaikan. Semua terasa sangat singkat dan kami tak
menyangka sudah dapat menghasilkan suatu karya sederhana yang unik. Kami hanya
berlatih beberapa menit sebelum akhirnya kami tampil di depan teman-teman yang
lain. Perasaan kami memang kurang begitu yakin, namun kami tetap percaya diri
dan ahirnya kami berhasil kompak saat presentasi.
Acara pembuatan yel-yel memang
belum menjadi start penilaian, kami
masih harus menghadapi kompetisi sesungguhnya saat diskusi kelompok nanti.
Selaku tim 1 otomatis kami menjadi tim pertama yang akan menjajal tes diskusi
kelompok. Kami diarahkan untuk masuk ke salah satu gedung yang ada di kompleks
fakultas psikologi. Di dalam gedung kami perlu menunggu beberapa saat hingga
akhirnya kami merasa excited setelah
memasuki ruangan yang gegap gempita, menyala terang penuh dengan orang-orang
penting yang siap menjadi juri kami. Wow, ini pengalaman menakjubkan, kami
berdiri dan berjalan diantara mereka, seakan mereka sangat menunggu kedatangan
kami. Kemudian kami diberikan tempat duduk khusus di tengah. Setelah pengarahan
oleh panitia, diskusi dimulai. Haryo mengambil amplop berisikan topik diskusi.
Kami mendapatkan sebuah topik
yang sangat prospek dan dinamis yakni tentang pemanfaatan hutan di Indonesia
yang belum maksimal serta belum mampu mensejahterakan rakyat Indonesia. Diskusi
berjalan, mengalir seperti air. Para dewan
juri tidak akan menanyai kami yang sedang asyik mengobrol. Kendali waktu ada
pada panitia, namun kami bebas mengutarakan maksud, tujuan, ide selama diskusi.
Kalau menurut saya, diskusi harus bersifat menyatu. Artinya meskipun kita
memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda, alangkah baiknya jika semuanya
dapat disatukan dengan padu. Sehingga dalam pelaksanaanya harus ada rasa
toleransi dan saling menghargai setiap pendapat yang disampaikan teman kita. Kita
harus bisa menentukan arah suatu pembicaraan benar-benar dalam satu tujuan yang
sama.
Dalam pelaksanaan diskusi
kelompok saya, sudah dapat berjalan dengan baik. Semua peserta sudah dapat
mengutarakan pendapatnya dengan lancar. Jadi tidak ada yang merasa terpojokkan.
Suasana diskusi sudah dibangun secara kondusif namun tidak terlalu kaku. Bahkan
terkadang, kami saling melempar tawa dan
senyuman untuk membuat diskusi tidak seperti bersitegang. Tim kami sudah mulai
mendapatkan arah tujuan diskusi, sudah mulai membuat kerangka dan kesimpulan
apa yang sebenarnya sedang kita buat. Namun, di tengah asyik mengobrol dan
membuat kesimpulan, bel berbunyi tanda waktu habis. Kami terkaget dan tak sadar
kalau sebenarnya waktu telah selesai. Kami merasa baru sebentar berpendapat dan
berdiskusi. Namun ternyata waktu kurang lebih 30 menit yang diberikan sudah
habis kami gunakan. Walhasil, satu kekuarangan kelompok kami yakni belum sempat
mempresentasikan kesimpulan diskusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar