Hari ini tanggal 28 Juni 2014
adalah hari terakhir sebelum puasa 1435 H. Di jalanan aku banyak melihat
restoran, rumah makan, dan tempat nongkrong (café) penuh dengan para keluarga
maupun anak muda yang menghabiskan waktu terakhir makan siang bersama sebelum
berpuasa. Bagiku ini namanya memuaskan makan sebelum puas. Dalam hati saya
berucap, “Ini orang kayaknya pada puas-puasin makan semua, kali ya?, habisnya
semua tempat makan dari kelas menengah dan mewah semuanya penuh”. Mengikuti
arus, akhirnya aku dan keluarga juga memutuskan untuk memuaskan waktu makan
siang bersama di salah satu tempat makan yang tak asing lagi, yakni Sate
Klathak Pak Pong Pleret Bantul.
Siang ini adalah pengalaman pertamaku
untuk mencicipi sate yang sudah banyak dibicarakan orang tersebut. Kami menuju lokasi
sekitar pukul 13.30 dan tiba sekitar pukul 15.00. Sate Klathak Pak Pong
terletak di Jalan Imogiri Timur km 10 tepatnya di dusun Brajan,
Wonokromo, Pleret, Bantul. Lokasinya memang cukup strategis di pinggir jalan
raya, dan itu juga sejalan dengan banyaknya mobil dengan berbagai plat memenuhi
parkiran yang disediakan. Sampai di lokasi, terlihat 2 bangunan rumah makan Sate
Klathak Pak Pon yang saling bersebrangan, dan keduanya sama-sama dipenuhi
pelanggan.
Melihat larisnya rumah makan Sate
Klathak ini, aku teringat dengan cerita guru kewirausahaanku. Sebenarnya, terkenalnya
sate ini berasal dari salah seorang sopir yang bekerja di perusahaan besar di
tengah kota. Ketika mengajak tamu perusahaan berkeliling Jogja, sang tamu
bertanya tentang makanan khas Jogja yang enak. Sang sopir dengan percaya diri
menawarkan untuk mencicipi sate Klathak di daerah imogiri tersebut yang juga
merupakan daerah asalnya. Walhasil, setelah bertandang ke sate Klathak dan puas
dengan cita rasa yang disuguhkan tak berapa lama banyak karyawan dan
teman-teman kantor perusahaan tersebut yang ikut mencicipi sate Klathak. Hingga
sekarang tdiak haya dari kalangan kantoran yang memburu sate tersebut tapi
banyak pula kalanagan mahasiswa, pelajar, dan wisatawan luar kota yang sengaja berkunjung
ke jalan Imogiri timur untuk menyantap sate ini.
Selain terkenal dengan sate,
rumah makan ini juga terkenal dengan olahan kambing lainnya seperti tongseng
dan tengkleng. Minuman yang paling laris dan terkenal ialah teh poci dengan
gula batu yang nikmat. Biasanya pada jam makan siang rumah makan ini memang
penuh oleh pelanggan. Pelanggan yang baru masuk harus menunggu beberapa saat
untuk mendapatkan tempat duduk. Setelah sabar menunggu, akhirnya kami mendapatkan
tempat duduk di tengah antara dapur minuman dan ruang makan depan.
Untuk mendapatkan pesanan sate
dan tongseng yang menjadi makanan utama memang dibutuhkan kesabaran. Banyak pelanggan
dan pesanan memang tidak sebanding dengan tenaga yang telah dikerahkan para
pelayan. Selain itu, untuk mempertahankan cita rasa, pembuatan sate harus
dilakukan dengan baik dan tidak boleh ada tahapan yang sampai terlewatkan. Oeh karena
itu, jangan mudah kesal kalau pesanan sate kita belum juga lekas diantar.
Setelah menunggu 30 menit,
akhirnya pesanan sate kami tiba di meja. Sate Klathak mendapat julukan Klathak
karena tusukan sate tidak menggunakan lidi tetapi menggunaka ruji sepeda. Sehingga
ketika kita analogikan dnegan bunyi ruji sepeda yang tersangkut maka akan
berbunyi klathak-klathak. Begitu,
salah satu filosofi penamaan sate klathak. Keunikan lain dari sate klathak
adalah tusukan sate yang panjangnya tidak umum dari panjang sate lainnya. Meski
satu porsi hanya 2 tusuk sate. Namun, 1 tusuk sate panjang dan isinya sudah
bisa mencapai 2-3 tusuk sate ukuran normal. Sate Klathak dengan penyajian
menggunakan tusuk diberi bumbu kuah. Sedangkan sate klathak dengan penyajian
tidak ditusuk diberi bumbu kecap. Meski demikian, kedua jenis penyajian sate
tetap memiliki cita rasa dan keumpukan daging yang tinggi.
Rumah makan sate klathak kini
mengubah pandangan sebagian orang yang takut dan memakan daging kambing, karena
sering dirasakan keras. Namun, di rumah makan ini semua olahan daging terasa
empuk dan nyaman untuk dimakan. Sehingga setiap kalangan baik muda maupun tua
sangat menikmati sate, tongseng, dan tengkleng yang ditawarkan. Pada kesempatan
itu, aku merasakan nyaman memaksan sate. Aku rasa setiap tusukan sate hanya
berisikan daging atau hati yang lembut. Tidak ada tetelan, gajih, bahkan kulit
yang sangat benci kunikmati. Menurutku sate klathak adalah the real smooth goat
satay in Indonesia. Saking lapar dan nikmatnya memakan sate tersbeut., satu
porsi nasi rupanya belum cukup untuk
memuaskan amkan siang terakhir sebleum puasa. Oleh karena itu, aku
memesan 1 porsi nasi beserta satu poris sate tanpa tusuk hingga akhirnya perutku
tak tahan melawan kenyang.
kayaknya sate klatak pak pong ini enak ya, duh, jdi pengen e mas ....hehehe
BalasHapussemoga suatu saat ada kesempatan untuk ke jogja lagi deh :) amin
yaa.. mari liburan ke Jogja lagi :)
BalasHapusJogja is never ending hehe